“Kau
tau Cin?” Ranes melihat jam tangan di tangan kirinya dan kembali menatap tajam bola
mata Cinta.
“Hari
Sudah malam, kalau kau lempar sekarang batu
ini ke danau sana, sejauh mungkin, sekuat tenagamu…” Ranes menunggu suara teman
akrabnya di kursus musik, yang memang
malam ini sudah direncanakan oleh mereka berdua sejak beberapa hari lalu.
“Akan
kucari sampai dapat dan sebesar itulah rasa cintaku padamu Cin” Sambung Mayldo
dari balik pohon mangga sedikit teriak.
“Itu
dia yang mau kusampaikan, dia bijak mencari kata kataku” Ranes memegang kedua
bahu temannya, Mayldo dan menariknya ke hadapan Cinta.
“Maaay
may, memangnya nggak ada yang lebih konyol daripada melempar batu? Hahaha”
Cinta tertawa melihat Mayldo yang keluar dari bali pohon mangga tua dengan
penampilan seperti seorang marhaen. Seorang petani bertopi bulat dengan cangkul
kecil di pundak. “Kau pikir.. kau buat seperti ini, aku suka, gitu?” ucap Cinta
nada kembut dengan wajah sinis melihat Mayldo.
Pada
malam itu sekitar pukul 19.02 Pak Rianto pulang ke rumah tanpa memanggil putri
tunggalnya. Pak Rianto sudah sangat percaya pada Ranes sahabat putrinya yang
paling bisa menjaga kepercayaan Pak Rianto sejak Ranes masih kecil. Sedangkan
Ranes tengah terdiam menghadap Danau Toba meski yang tampak hanyalah cahaya
lampu lampu di tepi danau yang jauh dari tempat mereka saat ini.
“Cinta..”
Ketus Mayldo.
Ucapan Mayldo
sangat jelas terengar karena hanya suara angin dan ombak yang megiringi.
“Apa.. Mau gombal kau? Ngga lau
samaku, mau minta maaf? Ngga penting sama sekali” ujar Cinta dengan wajah
sinis.
“Ciiin..” Ucap Ranes tanpa menoleh
kea rah Cinta dan Mayldo di belakangnya. “Kasi aja dia waktu buat bicara, setelah
selesaibaru bisa kita buat kesimpulan”. Lanjut Ranes.
“Cin…”. Ucapan Mayldo langsung dipotong oleh Cinta.
“Cin cin cin… Kuciing? Sudahlah ngga
usah capek capek supaya romanticlaaah, supaya ginilaaah, liat itu bajumu, belum
mandi aja udah dekatin cewe manis seperti aku...”
“Wekk..
Manniiis, pahit euy” teriak Ranes dari jauh.
“Aku mau ngomong dulu sebelum kau
ngomong, boleh nggak?” tanya Cinta kepada Ranes dengan nada sedikit lebih
tinggi.
“Boleh Cin.. ngga apa apa” balas
Mayldo yang sudah merasa serba salah.
“Hampir setiap sore aku kemari
melihatmu, tapi kau yang kedua, bukan kau yang sebenarnya”.
“Maksudmu Cin?”
“Setiap aku melamun di tepi itu”
menunjuk tempat ia biasa duduk santai”. Aku melihatmu karena aku merasa
kehangatan. Aku sering bercerita , tapi karena kau yang kedua , tidak bisa
membalas ucapanku” lanjutnya.
“Maksudmu gimana Cin? Kalau aku
dengar, pastinya kujawab” wajah kebingungan ditambah penasaran “Aku yang kedua?
Siapa yang pertama, diakah yang kau sembunyikan selama ini?” Nada penasaran
Mayldo meningkat.
“Di saat kau tidak ada di sini, aku duduk di tepi danau menikmati senja
sambil main air. Aku sering bercerita pada danau dan bertanya di mana Mayldoku
yang kucintai saat ini. Danau itu menjawab dengan bayangan cahaya senja tepat
di hadapanku”.
Mayldo menghampiri Cinta dan
memeluknya sembari menyatakan perasaannya kepada Cinta. “Cin.. Aku mencintaimu”
ujar Mayldo tanpa melepas pelukannya.
Sejak saat itu, setiap aku rindu
kepada Ranesku, Aku pergi ke tepi danau itu sebagai pelepas rinduku padamu,
terimakasih pria tampan”.
Malam itu malam yang menyedihkan , karena aku harus mengeluarkan air mata. Malam itu malam yang memalukan, Karena air mataku keluar di hadapan pria tampan. Malam yang hangat dan malam yang membuat dunia ini serasa milikku bersama Ranes. Terimakasih. Danau Toba Berbunga Senja.
~ Selesai ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar